Sabtu, 18 Februari 2012

Sudah Begitu Tegakah Anak Terhadap Ibunya..?



Assalmualaikum Warahmatullahi Wabarakatuuh
Bismillahi  Rahmaani  Rahiim

Konon dahulu kala ada cerita seorang anak  membuang orang  tua dalam hal ini
(Ibu Kandung) ke hutan, ambillah pesan moral dari cerita ini. Mereka yang
dibuang adalah orang tua yang sudah tidak berdaya sehingga tidak memberatkan
kehidupan anak2nya.

Pada suatu hari ada seorang pemuda yang berniat membuang ibunya kehutan,
karena si ibu telah lumpuh dan mulai pikun. Si pemuda tampak bergegas
menyusuri hutan sambil menggendong ibunya tsb.

Si ibu yang kelihatan tak berdaya berusaha menggapai setiap ranting pohon
yang bisa diraihnya dan mematahkannya kemudian menaburkannya disepanjang
jalan yang mereka lewati. Setelah sampai didalam hutan yang  lebat, si anak
menurunkan ibu tersebut dan mengucapkan kata perpisahan sambil berusaha
menahan sedih karena ternyata dia juga tdk menyangka sanggup melakukan
perbuatan ini.

Justru si ibu yang tampak tegar, dalam senyumnya dia berkata "Anakku, aku
sangat menyayangimu. Dari kau kecil sampai dewasa aku selalu merawatmu
dengan segenap cintaku. Bahkan sampai hari ini rasa sayangku tidak berkurang
sedikitpun. Tanpa Kamu Sadari bahwa didalam hutan ini kita tidak tahu arah mana
Barat dan Timur, Tadi aku sudah menandai sepanjang jalan yang kita lewati dengan
ranting2  kayu. Aku takut kau tersesat, ikutilah tanda itu agar kau selamat
sampai dirumah."

Setelah mendengar kata2 tersebut, si anak menangis dengan sangat keras,
kemudian langsung memeluk ibunya dan kembali menggendongnya untuk membawa
si ibu pulang kembali kerumah. Pemuda tersebut akhirnya merawat ibu yang sangat mengasihinya sampai si ibu meninggal.

Pesan moral: orang tua bukan barang rongsokkan yang bisa dibuang/menjadi beban anak
 atau kemudian diabaikan saja setelah terlihat beliau tdk berdaya. Kunjungi dan berikan kasih sayang  seperti beliau memberi kasih sayang pada waktu kita dibawah asuhannya .
 Jangan biarkan beliau meninggal dalam kesendirian. Beliau merindukan perhatian dan kasih
sayang yang lebih dati kita. Itulah ketulusan cinta dan kasih sayang Ibu...

Sayangi Ibu selagi beliau ada......
Jangan ada penyesalan setelah beliau meninggalkan kita semua.... (AN)

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuuh

Jodoh : Rahasia Tuhan


   T A K D I R

Assalamualaikum..Bismillahi  Rahmaani  Rahiim
Bismillahi  Rahmaani  Rahiim

Dunia ini sempit. Sangat sempit. Teramat sempit sampai terasa nyaris menghimpit tubuhku.
Aku memandangnya. Dia memandangku. Kukembangkan telapak tanganku. Dia juga. Kutempelkan telapak tangan kananku pada telapak tangan kirinya, tapi tak tersentuh. Kami dibatasi sebuah kaca. Aku dapat melihatnya dengan jelas, namun tidak lagi dapat menyentuhnya. Dia bukan milikku lagi. Saat ini dan selamanya.

Aku mencintai Artha. Aku sudah menyukainya sejak awal kami bertemu pada ujian pendafaran masuk kampus sekitar tujuh tahun yang lalu. Artha tidak terlalu tampan. Tapi juga tidak jelek. Dia memiliki sepasang bola mata hitam kecoklatan, sepasang alis mata yang tidak terlalu tebal, hidung yang tidak dapat dikatakan mancung, dan bibir tipis yang kemerahan. Wajahnya yang oval dibingkai dengan rahang yang kokoh, dengan lesung pipit di pipi kirinya jika dia tersenyum. Tubuhnya tinggi dengan pundak yang lebar.

Aku sangat, sangat, sangat terpesona padanya. Aku masih ingat dengan jelas ketika pada ujian pendaftaran masuk itu, setengah jam sebelum ujian berakhir aku baru sadar kalau jawaban yang kulingkari dengan pensil 2B pada kertas jawabanku itu terlompat satu. Ada lima puluh soal yang diujikan. Dan ketika aku sampai pada nomor terakhir di kertas soal, aku baru menyadari kalau pada kertas jawabanku, aku baru sampai pada nomor empat puluh sembilan. Setelah kuperiksa ulang, rupanya aku melewatkan soal nomor sembilan, dan menuliskan jawaban nomor sepuluh di soal menjadi nomor sembilan di kertas jawabanku, dan seterusnya.

Kurogoh-rogoh isi tasku mencari sebuah penghapus dan tidak menemukan benda yang kucari di sana. Itu membuatku panik. Aku duduk dengan gelisah sementara dahiku mulai berkeringat dingin. Aku tidak mau kalau aku sampai tidak lulus ujian masuk karena hal konyol seperti ini. Kulirik kanan kiriku dengan bingung. Aku sudah hampir menangis. Kemudian tiba-tiba dari belakang, seseorang menyentuh pundakku. “Mau pinjam?” tanyanya. Kulirik mata pengawas yang tertuju pada kami. Lalu secepat kilat aku mengangguk seadanya dan mengambil penghapus itu dari tangannya. Itulah pertama kalinya aku memperhatikannya. Oh, bukan memperhatikan. Tepatnya, aku jatuh cinta padanya.
Tuhan sungguh baik padaku.

Pertemuan kami tidak berakhir sampai di sana. Dia membiarkan kami satu kelas, satu organisasi, dan yang terpenting, memiliki satu perasaan yang sama. Empat bulan setelah awal pertemuan kami, Artha memintaku menjadi pacarnya dan membuatku hampir pingsan karena terlalu bahagia.
Artha pacar pertamaku. Dan aku berharap dia juga akan menjadi yang terakhir dalam hidupku. Sampai saat itu tiba. Saat hubunganku dengan Artha yang nyaris empat tahun berakhir begitu saja ketika dia memutuskan untuk pindah ke Jepang dan melanjutkan studinya di sana. Tidak pernah ada lagi kabar yang kudengar dari Artha semenjak kepergiannya. Dia seolah hilang ditelan bumi. Meninggalkanku sendirian digulung kesedihan.

Dua tahun kemudian aku bertemu Arga di perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan batu bara tempatku melamar pekerjaan. Pertama kali melihatnya, aku seperti menemukan getaran yang telah lama hilang di hatiku. Matanya sama jernih dengan mata Artha. Senyumnya sama lembut dengan senyum Artha. Cintanya sama tulus dengan cinta Artha yang dulu pernah singgah dalam hidupku. Kubiarkan Arga mencuri tempat Artha dan menambal lubang yang menganga lebar di sana. Juga membiarkan Arga melingkarkan cincin di jari manis kananku malam ini.
Aku menikah dengan Arga.

Yang tidak pernah kusangka adalah aku akan melihat Artha lagi. Setidaknya aku tidak pernah mengira akan bertemu lagi dengan Artha pada malam ini. Malam pernikahanku. Malam di mana aku dengan sah menjadi milik orang lain. Dunia ini sempit. Sangat sempit. Teramat sempit sampai terasa nyaris menghimpit tubuhku. Ketika pandangan mata kami bertabrakan, aku dapat membaca kesakitan maha dahsyat yang menggemuruh di kedua bola matanya. Kesakitan yang aku tahu dia tidak berpura-pura. Sepasang mata Artha yang masih sama dengan tiga tahun yang lalu sebelum dia meninggalkanku. Aku hampir menjerit. Hampir berteriak dan memeluk laki-laki yang kini sedang bergerak mendekat dan menyalamiku. “Selamat ya.” katanya lirih. Suara yang setengah mati kuimpikan selama tiga tahun ini.
Tapi kekagetanku tidak berhenti sampai di sana. Kata-kata berikutnya yang meluncur dari bibir Artha, membuat ulu hatiku begitu nyeri seakan dihantam dengan palu godam.
“Kamu akan menjadi kakak iparku yang paling cantik mulai malam ini.” ucapnya dengan menguntai seulas senyum pahit. Mata Artha yang biasa selalu tersenyum lembut, malam ini terlihat basah berkaca-kaca.

Kutatap punggung Artha yang bergerak menjauh, kemudian dengan segera kualihkan pandanganku dan menatap Arga dengan pandangan tak percaya.
“Kamu punya adik?” tanyaku menahan sakit yang membuat mataku mulai terasa panas tergenang air mata. “Kenapa kamu tidak pernah cerita padaku?”
“Artha maksudmu?” Arga balas bertanya padaku dengan lembut. “Dia adik satu ayah lain ibu denganku. Aku hampir tidak pernah bertemu dengannya. Lagipula dia baru saja pulang dari Jepang malam ini. Ayah yang memintanya untuk datang ke pestaku dan menjemputnya dari bandara langsung kemari. Untung Ayah tidak terlambat datang ke pesta kita.”

Arga tertawa kecil. Tapi aku sudah tidak bisa ikut tertawa lagi. Jawaban Arga membuatku terhenyak. Kugigit bibirku kuat-kuat. Aku sungguh ingin berteriak. Aku ingin memanggil Artha untuk kembali ke hadapanku. Tapi lidahku terasa kelu. Suaraku tercekat entah di mana. Dan pada saat aku menemukan kembali suaraku, Arga telah menggenggam tangan kananku dan meremasnya dengan penuh kehangatan. Aku merasa tubuhku melemas. Aku tidak bisa mengkhianati Arga. Aku sendiri yang telah memutuskan untuk memilih Arga. Aku harus belajar mencintainya sebagaimana dia mencintaiku.
Kuurungkan niatku dan membuang pandanganku dari Arga, sekali lagi melihat Artha yang kini berdiri beberapa belas meter di hadapanku sebelum akhirnya dia berpaling dan berlalu pergi dari pestaku.
Sekarang aku tahu pasti mengapa mata dan senyum Arga sama persis dengan yang dimiliki Artha....

Aku memutuskan untuk mengakui semuanya pada Arga. Kuceritakan semuanya pada Arga mulai dari awal perkenalanku dengan Artha, betapa aku mencintainya, dan betapa aku sangat bahagia menjalin hubungan dengannya selama itu, serta merasa masih mencintainya sampai detik ini sekalipun aku telah menikah. Aku sempat mengira Arga akan mengamuk dan menamparku keras-keras di kamar pengantin kami malam itu. Tapi dia tidak melakukannya. Dia malah memelukku erat-erat dan berbisik dengan lembut di telingaku. Bisikan yang membuat tengkukku berdiri dan menangis begitu terharu.
“Artha akan kembali ke Jepang besok pagi. Temui dia yang terakhir kalinya, Reyn. Supaya kamu dapat melepaskan masa lalumu dan melangkah untuk masa depanmu.”

Arga merenggangkan pelukannya. Kemudian dengan gerakan yang sangat hati-hati, dia mengangkat daguku dan menatap mataku dalam-dalam. Disekanya air mataku dengan sangat perlahan, seakan-akan jika dia mencoba menyentuhku lebih kuat sedikit saja, aku akan retak seperti porselen yang terbanting ke lantai.
“Kamu tahu kenapa kaca spion mobil lebih kecil dari kaca depannya?” tanyanya hangat. “Karena Tuhan menginginkan manusia lebih sedikit melihat ke belakang dan lebih banyak melihat ke depan, Reyn....”
Untaian kalimat Arga yang begitu tulus membuatku terisak-isak seperti orang gila. Separuh karena merasa bersalah padanya, separuh lagi merasa bersalah pada Artha. Tapi di saat seperti ini pun Arga tidak menghakimiku. Dia hanya membiarkanku menangis dalam pelukannya hingga malam kian larut dan aku tertidur di dadanya yang bidang.
 
Kulihat Artha tersentak ketika melihat kehadiranku dan Arga di bandara pagi itu, namun dengan segera dia mencoba menguasai dirinya. Arga mengucapkan salam perpisahan singkat pada Artha dan pamit untuk ke kamar kecil sebentar. Aku tahu Arga sengaja melakukannya dan memberikan waktu padaku untuk berdua saja dengan Artha.
“Sekali lagi, selamat ya.” ujar Artha terbata-bata. “Aku yakin Arga orang yang sangat baik. Dia pasti akan menjagamu lebih daripada dia menjaga dirinya sendiri.”
“Kenapa tiga tahun yang lalu kamu memutuskan pergi dan tidak pernah memberiku kabar sama sekali?” tanyaku tanpa menggubris ucapannya.
“Karena aku merasa tidak pantas untukmu.” tukas Artha setelah diam sesaat dan kembali membuatku merasa ada garam yang tertabur di lukaku yang belum sembuh. “Kamu tahu pasti aku bukan terlahir dari keluarga berada. Dan ketika aku tahu kalau ternyata ibuku hanya wanita yang dimadu, aku merasa tertampar. Aku merasa hidup mendorongku hingga terjatuh ke jurang yang paling dalam. Kemudian aku memutuskan pergi ke Jepang berkat beasiswa yang kudapatkan dengan susah payah, berusaha memperbaiki hidup dan menata hatiku di sana, sehingga ketika aku kembali nanti, aku bisa memberikan kehidupan yang jauh lebih layak pada ibu... dan tadinya- padamu juga.”

Kukerjapkan mataku yang terasa perih. Sebisa mungkin kutahan air mata yang mendesak keluar dari kedua mataku yang sembab.
“Tapi kurasa aku terlambat.” Bibir tipis Artha tersungging getir. “Kamu sudah menemukan orang lain yang seribu bahkan sejuta kali lebih baik dariku. Dia tidak akan meninggalkanmu seperti yang pernah kulakukan. Dia akan menjagamu seumur hidupmu.”
Aku mencari-cari kebohongan dan kemarahan dalam setiap ucapan Artha dan tidak menemukannya. Dia tulus mengatakannya. Dia ikhlas membiarkanku mengecap kebahagiaan dengan orang lain. Ketulusan yang membuatku merasa kerdil dan egois telah menyalahkannya selama ini.
“Dulu, aku pernah mencintaimu. Sekarang pun sama.” lanjut Artha sederhana. “Tapi dengan cinta yang berbeda. Aku akan menghormatimu sebagai kakak iparku dan juga akan mengunjungimu setiap kali ketika aku kembali ke Jakarta untuk menemui ibu.”

Usai berucap demikian, Artha menarik tangan kiriku dan meletakkan sesuatu di tanganku.
“Jangan buka tanganmu sebelum pesawatku tinggal landas.” ucapnya pelan.
Kugenggam benda pemberian Artha erat-erat sembari mengikuti langkahnya yang akhirnya memisahkan kami dalam ruangan berbeda karena pesawat yang ditumpanginya akan segera berangkat. Aku memandangnya. Dia memandangku. Kukembangkan telapak tanganku. Dia juga. Kutempelkan telapak tangan kananku pada telapak tangan kirinya, tapi tak tersentuh. Kami dibatasi sebuah kaca. Aku dapat melihatnya dengan jelas, namun tidak lagi dapat menyentuhnya. Dia bukan milikku lagi. Saat ini dan selamanya.
 
Awan putih laksana gulali indah yang menghias langit pagi itu. Seberkas cahaya dan sebuah pesawat yang tampak seperti miniatur, menggores permukaan langit sejauh mataku memandang.
Dengan tangan yang gemetar hebat, kubuka tangan kiriku yang terkepal memegang pemberian Artha tadi. Mataku terpaku pada sebuah benda kecil di telapak tangan kiriku. Mungkin bukan benda yang istimewa bagi orang lain. Tapi sangat berarti dalam hidupku.
Sebuah penghapus. Air mataku tumpah. Berlinang-linang.
“Kamu tahu? Kita adalah pensil dan penghapus.” kata Artha seraya membelai rambutku malam itu.
Malam pertama ketika dia mengungkapkan perasaannya padaku dan mengajakku makan malam berdua.
“Pensil dan penghapus?” Kutatap wajahnya dan menyatukan alisku dengan pandangan tak mengerti.
“Kamu pensilnya dan aku penghapusnya.” Artha tersenyum begitu lembut dan hampir membuatku meleleh bahagia. “Setiap kali kamu membuat kesalahan, aku yang akan membantumu untuk menghapus setiap kesalahan itu. Meskipun setiap kali aku melakukannya, tubuhku akan terasa sakit dan bagian tubuhku akan terus mengecil, aku bahagia melakukannya. Karena untuk alasan itulah aku diciptakan. Aku diciptakan untuk selalu menjagamu. Aku diciptakan untuk selalu menolongmu di setiap kesalahan yang kamu lakukan dalam hidupmu. Sampai mungkin akhirnya aku akan menghilang dan kamu akan menemukan yang baru sebagai penggantiku….”

Pikiranku masih terseret pada kenangan masa lalu kalau saja bukan tepukan pelan di kedua bahuku menarikku kembali ke alam nyata. Aku menoleh sekejab dan mendapati Arga menatapku dengan penuh kasih sayang.  Aku menarik nafas dalam-dalam sampai paru-paruku terasa penuh. Kubalas tatapan Arga dengan penuh rasa terima kasih yang tak mampu kuwujudkan dalam kata-kata.

Arga menggamit lenganku, kemudian membiarkanku mengikuti langkahnya.
Jalanku masih panjang. Kalau dulu aku pernah melakukan kesalahan, kupastikan aku tidak akan pernah mengulanginya lagi. Aku akan terus melangkah. Dengan Arga di sisiku.
“Sekarang, kamu adalah pensil. Dan aku penghapusnya….” gumamku tulus. Arga menoleh dan mengernyitkan keningnya. “Setiap kali kamu membuat kesalahan, aku yang akan membantumu untuk menghapus setiap kesalahan itu.

Meskipun setiap kali aku melakukannya, tubuhku akan terasa sakit dan bagian tubuhku akan terus mengecil, aku bahagia melakukannya. Karena untuk alasan itulah aku diciptakan. Aku diciptakan untuk selalu menjagamu. Aku diciptakan untuk selalu menolongmu di setiap kesalahan yang kamu lakukan dalam hidupmu.”  Kuulang setiap kata-kata yang dulu pernah Artha ucapkan padaku. Tapi aku tidak mengutip kalimat terakhirnya. Aku tidak ingin Arga mencari penggantiku. Karena mulai saat ini, aku tidak akan menghilang darinya… (AN)

Wassalamu'alaikum  Warahmatullahi  Wabarakatuh .

Jumat, 17 Februari 2012

Mereka Mencari Imam


Assalamualaikumwarahmatullahi wabarakatuuh
Bismillahirrahmanirrahiim

"Suatu senja, saya sedang berada dalam perjalanan dari Banjarbaru menuju Kota Banjarmasin, diperjalanan saya mendengar adzan maghrib dikumandangkan. Kemudian saya melihat sebuah Masjid dipinggiran kota, ingin rasanya mampir untuk melaksanakan sholat maghrib, namun entah kenapa hati kecil saya begitu menolak saat saya hendak menyandarkan kendaraan yang saya tunggangi di masjid tersebut.

Akhirnya saya pun meneruskan perjalanan dengan niat kembali mampir dimasjid berikutnya. Satu masjid lagi-lagi terlewati saat saya melihat masjid diseberang jalan (Malas mutar arah ^_^). Masjid ketiga menarik saya menuju halamannya yang luas, namun karena masjid tersebut penuh, lagi-lagi saya mengurungkan niat dan kembali melanjutkan perjalanan dengan harapan masih akan ada masjid lagi yang akan saya singgahi.

Tak berapa lama, akhirnya hati saya begitu mantap untuk melangkahkan kaki memasuki masjid terakhir(yang saya lewati). Seusai mengambil air wudhu, sayapun masuk keruangan masjid untuk mengikuti sholat berjama'ah karena seorang anak telah mengumandangkan iqamah. Dalam hati saya merasa bangga, seorang anak kecil telah aktif menjadi muadzin dimasjid disaat anak-anak yang lain mungkin tengah hanyut dalam buaian dunia. Dan, alangkah terkejutnya saya ketika memasuki ruangan masjid tersebut. Tak ada satupun orang dewasa dimasjid tersebut, semua hanyalah anak-anak kecil berusia SD. Masya Allah, dimana para hamba-hamba Allah yang biasanya selalu memenuhi masjid dan melaksanakan sholat berjama'ah? kenapa hanya ada anak-anak ini.

Disaat saya tengah termangu dengan apa yang saya saksikan, seorang anak yang agak remaja (Usia SMP) meminta saya untuk mengimami sholat mereka. Setelah sempat dan mempersilakan dia yang menjadi imam, akhirnya saya luluh juga untuk melaksanakan tugas mulia tersebut"

Astaghfirullah al-adzim, apakah ini salah satu tanda kiamat yang diberitakan Rasulullah kepada umat beliau beberapa abad tersebut??

Dari Salamah binti al-hur RA berkata : Aku mendengar Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda : "Akan datang suatu zaman, pada waktu itu orang banyak berdiri tegak beberapa lama, karena mereka tidak mendapatkan orang yang dapat mengimami mereka shalat" H.R ibnu Majah.

Wassalamualaikumwarahmatullahiwabarakatuuh. (AN)

Kamis, 16 Februari 2012

Kehadiranku Dianggap Sampah


Doa Dan Harapan  Kepada Sang Kholiq.

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuuh
Bismillahirrahmanirrahiim.

Mama,
Kau Lumat Aku Sebelum Aku Melihat Indahnya Dunia Ini….

Mama,
Kau Seharusnya Menjadi Pelindung Dan Kasih Sayangku…
Namun Semua Terjadi Begitu Saja , Kau Telah Menjadi Seseorang Yang Mengerikan.

Mama,
Hal Ini Tidak Adil
Pada Waktu Nenek Membiarkanmu Lahir Dan Menghirup Udara Bebas.Engkau Senang Bahagia.
Tapi Kenapa  Justru Keberadaanku Kau Remas  Hingga Mati Seperti Ini..

Mama,
Sedih Hatiku, Aku Ingin  Berlindung  Dalam Dekapan Kasih Sayangmu
Harusnya Engkau Peluk , Engkau Cium, Engkau Ajak Tertawa Kecil dengan Kasih
Tapi  Kenyataan Itu  Sangat Menakutkan, Diruangan Operasi Serta Harapanmu , Permohonan
Itu Adalah Perintahmu,Kemudian Kau Kirim Seseorang  Untuk  Melenyapkanku dari Dunia Ini

Mama,
Aku Belum Tahu Rasanya Apa Itu Kebencian,Tapi Aku Yang Mungil Ini Sudah Kau Korbankan..
Aku Belum Tahu Apa Itu Malu Engkau Sudah Ketakutan…

Mama,
Aku Ucapkan Terimakasih Karena Engkau Masih Sudi Memberi Suapan  Melalui  Rahimmu

Doaku Kepada Tuhan Pencipta Alam:

“ Wahai Tuhanku Ampunilah Aku , Anugerahkanlah Kemulyaan  Kepada  Orang Tuaku Yang
Mana Mereka Tidak Pernah Menjaga  AmanahMu,  Mereka Punya Mata Tapi Tidak Untuk
 Melihat , Mereka Punya Hati  Tapi Tidak Peduli  , Mereka Punya Telinga Tapi Tidak Mendengar
Dan  Mereka Punya Tuhan Tapi Tidak  Bertaqwa…
Mereka Tidak  Takut  Dengan SiksaMu ,Mereka Tidak Mengenal Neraka JahanamMu.
Sesungguhnya  Engkau Maha Mengetahui , Pengasih , Penyayang Lagi Pengampun”

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuhh