Berbagi Keajaiban
Bismillahirrahmanirrahiim
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuuh
Kabar buruk itu sampai juga di telinga Doni. Dia divonis kanker
paru-paru oleh dokter. Kisah kehidupannya yang sebelumnya sering dia
bangga-banggakan kini serasa hancur tiada arti lagi.
Doni tahu
kanker paru-paru merupakan penyebab kematian paling utama dibandingkan
kanker-kanker lainnnya. Namun tak ingin lama-lama tenggelam dalam
kesedihan, dicobanya segala cara untuk menyembuhkan penyakit yang tengah
menggerogoti tubuhnya itu, bahkan dia tak segan-segan mengeluarkan uang
banyak untuk mendapatkan perawatan terbaik di salah satu rumah sakit
ternama di luar negeri.
Berbagai pengobatan dan sesi kemoterapi
telah dilaluinya. Namun keberuntungan tak berpihak padanya. Keadaannya
tak kunjung membaik, bahkan hanya semakin memburuk. Kanker stadium IV
kini bercokol di paru-parunya. Keluarganya mencoba untuk memberikan
motivasi dan semangat agar dia tak menyerah.
Satu ketika dia
menemukan alamat seseorang yang konon katanya mampu menyembuhkan kanker
ganas sekalipun. Doni mendatangi kediaman orang tersebut, diceritakannya
tentang riwayat penyakitnya kepada Pak Syukur, nama orang itu, yang
berjanji akan berusaha untuk menyembuhkan Doni.
Waktu berlalu,
meskipun kondisi Doni mulai agak membaik tapi kanker itu masih bersarang
di tubuhnya. Doni menyadari waktunya yang semakin menipis.
"Tak adakah pengobatan lain yang bisa membantuku, Pak?" tanya Doni saat
rasa ketakutan akan kematian mulai menguasai benaknya. "Aku sering
mendengar tentang keberhasilan anda dalam menyembuhkan pasien-pasien
lainnya... Lalu apa yang terjadi denganku?"
Pak Syukur
menghembuskan napas, dan mencoba untuk menyabarkan Doni, "Nak Doni, aku
hanyalah seorang manusia biasa yang hanya bisa berupaya untuk memberikan
pengobatan terbaik untuk pasien-pasienku.", "Aku mungkin telah membantu
meringankan sakit itu, namun keajaibanlah yang telah menyembuhkan
mereka." tambahnya pelan.
"Keajaiban?" sesaat Doni tertegun.
"Seandainya di dunia ini ada dijual keajaiban, aku rela membayar berapa
pun meski harus menghabiskan seluruh hartaku." sahut Doni lemah meratapi
ketidakberuntungannya.
Pak Syukur berpikir sejenak lalu beliau
mulai menuliskan sesuatu dan menyerahkannya kepada Doni. "Datangilah
tempat ini, Nak Doni.", "Tempat dimana mungkin kamu bisa membeli
keajaiban itu."
"Be.. benarkah?" tanya Doni ragu, ia takkan mudah percaya hal mustahil seperti itu.
"Cobalah kau datangi, tak ada salahnya kan?"
"Seandainyapun tempat ini memang benar menjual keajaiban, lalu dengan apa aku bisa membelinya, Pak?"
Kembali Pak Syukur menyerahkan selembar catatan yang lain. "Bacalah setibanya engkau di tempat itu."
Pada awalnya Doni tidak memperdulikannya, namun berselang beberapa hari
akhirnya dia mendatangi juga tempat yang dimaksud oleh Pak Syukur.
Akan tetapi betapa terkejutnya Doni setelah mendapatkan tempat yang
menjadi tujuannya ternyata adalah sebuah masjid kecil yang indah. Doni
mengambil lembaran kertas yang satu lagi dan membaca pesan yang tertulis
di dalamnya.
'Sesungguhnya kamu bisa mendapatkan keajaiban itu
dimana saja dan kapan saja. Tetapi alangkah baiknya jika engkau
mencarinya langsung di rumahNya... Dan untuk bayarannya? Sekarang
berbaliklah dan cobalah memposisikan dirimu sebagai seseorang yang
hendak menikmati sebuah karya seni yang tak sedikitpun bagian akan
terlewatkan oleh pandanganmu... Bukalah matamu, nak...'
Doni
membalikkan tubuhnya, dilihatnya sebuah panti untuk penderita cacat
berdiri tepat di seberang jalan. Beberapa pengemis dan anak jalanan di
sepanjang jalan tak luput pula dari perhatiannya, mereka mencoba
menghampiri beberapa orang yang berseliweran demi meminta sedikit rejeki
untuk sesuap nasi. Kembali Doni melanjutkan membaca catatan Pak Syukur.
'... Berdoa, memohonlah dengan tulus kepada Sang Pemberi Keajaiban dan
lakukanlah kebaikan dalam hidupmu, anakku. Begitulah harga yang mungkin
bisa kau berikan untuk mendapatkan keajaiban yang kau cari. Dan niscaya
bila Dia berkehendak, keajaiban itupun akan datang...'
Masih
terus dibacanya pesan yang tertulis di kertas itu. Dan tanpa Doni
sadari, setetes dua tetes air mata kini membasahi pipinya. Dia mencoba
mengingat-ingat kapan terakhir kali dia bersujud menghadapNya? Akh...
Tak bisa diingatnya lagi... Dan diapun menyadari betapa alpanya dia
selama ini.
Doni mulai mengisi hari-hari tak lagi hanya untuk
mengobati penyakit yang menderanya, kini diapun taat melaksanakan ibadah
dan banyak membantu orang-orang yang membutuhkan. Dia tak lagi hanya
peduli akan dirinya sendiri, melainkan mulai melihat orang-orang lain di
sekitarnya. Beberapa hal yang terabaikan olehnya selama bertahun-tahun.
Hari berganti minggu... Minggu berganti bulan...
Di suatu hari yang cerah, lima bulan semenjak Doni menginjakkan kakinya
pertama kali di masjid kecil itu... Kini ia terbaring lemah di sebuah
pembaringan rumah sakit, sudah tiga hari ini kondisi kesehatannya
benar-benar menurun. Bayangan peristiwa-peristiwa beberapa bulan
terakhir berkelebat di benaknya.
Doni memandang Pak Syukur yang duduk di sisi tempat tidur, Doni memang sengaja memintanya datang. Ia tersenyum,
"Bapak masih ingat kejadian beberapa bulan lalu saat aku bertanya-tanya
apakah aku bisa menemukan sebuah keajaiban yang dapat menghilangkan
penyakitku?" Pak Syukur mengangguk pelan, "Menemukan mesjid yang indah
dan tenteram itu, telah membuka mataku betapa lalainya aku selama ini.
Sejak hari itu aku mendekatkan diri padaNya, aku banyak berdoa, memohon
ampunan dan rahmatNya. Tak lupa aku menyumbangkan sebagian penghasilanku
untuk menolong mereka yang membutuhkan bantuan." sesaat Doni terdiam,
ia mencoba meredam rasa sakit yang berkecamuk di dadanya. "Untuk semua
yang telah aku lakukan, telah aku berikan beberapa bulan ini, Allah
ternyata masih tak berkenan memberikan keajaiban itu untukku." ujarnya
dengan nada getir.
Doni kembali memandang lelaki tua bersahaja
yang masih setia menemaninya, "Tapi aku tak bersedih, pak..." lanjutnya,
"Aku tak marah atas apa yang menimpaku, dan aku tak menyesal telah
berbuat kebaikan pada mereka meskipun awalnya aku mengharapkan sebuah
kesembuhan dari Allah sebagai balasannya. Kini aku merasa lebih tenang,
lebih bahagia, dan lebih dekat padaNya."
Meskipun terlihat
pucat namun di wajahnya terpancar senyum kebahagiaan itu, "Pesan
terakhir bapak di catatan yang aku baca lima bulan lalu, lagi-lagi
membuka mataku untuk yang kedua kalinya..."
Sore itu, dengan didampingi istri dan anaknya, Doni mengehembuskan nafas terakhir dengan tenang.
'Dan pesanku yang terakhir, nak. Tak semua orang cukup beruntung bisa
mendapatkan keajaiban dariNya. Dan bila engkau termasuk di antara yang
tak beruntung itu, janganlah bersedih, janganlah kecewa. Justru engkau
sendiri memberikan keajaiban-keajaiban kepada kaum-kaum lemah / tak
mampu yang membutuhkan banyak keajaiban demi mempertahankan kelangsungan
hidup mereka. Dan itu, tak kalah berharganya...'
Berharap Ingin Mendapat Keajaiban,tanpa disadari malah dirinya yang memberikan Keajaiban..
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuuh
---ooo000ooo---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar