Dari kejauhan, lampu lalu-lintas di perempatan itu masih menyala hijau. Alex segera menekan pedal gas kendaraannya. Ia tak mau terlambat. Apalagi ia tahu perempatan di situ cukup padat, sehingga lampu merah biasanya menyala cukup lama.
Kebetulan jalan di depannya agak
lengang. Lampu berganti kuning. Hati Alex berdebar berharap semoga ia bisa
melewatinya segera. Tiga meter menjelang garis jalan, lampu merah menyala.Alex
bimbang, haruskah ia berhenti atau terus saja. “Ah, aku tak punya kesempatan
untuk menginjak rem mendadak,” pikirnya sambil terus melaju.
Priiiiit……..!
Di seberang jalan seorang polisi melambaikan tangan memintanya berhenti. Alex menepikan kendaraan agak menjauh sambil mengumpat dalam hati. Dari kaca spion ia melihat siapa polisi itu.
Priiiiit……..!
Di seberang jalan seorang polisi melambaikan tangan memintanya berhenti. Alex menepikan kendaraan agak menjauh sambil mengumpat dalam hati. Dari kaca spion ia melihat siapa polisi itu.
Wajahnya tak terlalu asing.
“Hey, itu khan Sobari, teman mainnya semasa SMA dulu.
“Hey, itu khan Sobari, teman mainnya semasa SMA dulu.
Hati Alex agak lega.Ia melompat
keluar sambil membuka kedua lengannya.
“Hai, Sob. Senang sekali ketemu kamu
lagi!”
“Hai, Lex.” Tanpa senyum.
“Aduh, sepertinya saya kena tilang
nih? Saya memang agak buru-buru. Istri saya sedang menunggu di rumah.”
“Oh ya?”
Tampaknya Sobari agak ragu. Nah,
bagus kalau begitu.
“Sob, hari ini istriku ulang tahun. Ia dan anak-anak sudah menyiapkan segala sesuatunya. Tentu aku tidak boleh terlambat, dong.”
“Sob, hari ini istriku ulang tahun. Ia dan anak-anak sudah menyiapkan segala sesuatunya. Tentu aku tidak boleh terlambat, dong.”
“Saya mengerti. Tapi, sebenarnya
kami sering memperhatikanmu melintasi lampu merah di persimpangan ini.”
Oooo, sepertinya tidak sesuai dengan harapan. Alex harus ganti strategi.
“Jadi, kamu hendak menilangku? Sungguh, tadi aku tidak melewati lampu merah. Sewaktu aku lewat lampu kuning masih menyala.”
Aha, terkadang berdusta sedikit bisa memperlancar keadaan.
“Ayo dong Lex. Kami melihatnya dengan jelas. Tolong keluarkan SIM-mu.”
Dengan ketus Alex menyerahkan SIM, lalu masuk ke dalam kendaraan dan menutup kaca jendelanya.
Oooo, sepertinya tidak sesuai dengan harapan. Alex harus ganti strategi.
“Jadi, kamu hendak menilangku? Sungguh, tadi aku tidak melewati lampu merah. Sewaktu aku lewat lampu kuning masih menyala.”
Aha, terkadang berdusta sedikit bisa memperlancar keadaan.
“Ayo dong Lex. Kami melihatnya dengan jelas. Tolong keluarkan SIM-mu.”
Dengan ketus Alex menyerahkan SIM, lalu masuk ke dalam kendaraan dan menutup kaca jendelanya.
Sementara Sobari menulis sesuatu di
buku tilangnya. Beberapa saat kemudian Sobari mengetuk kaca jendela. Alex
memandangi wajah Sobari dengan penuh kecewa.Dibukanya kaca jendela itu sedikit.
Ah, 5 Cm sudah cukup untuk
memasukkan surat tilang.
Tanpa berkata-kata Sobari kembali ke
posnya. Alex mengambil surat tilang yang diselipkan Sobari di sela-sela kaca
jendela.
Tapi, hei apa ini. Ternyata SIMnya
dikembalikan bersama sebuah nota. Kenapa ia tidak menilangku. Lalu nota ini
apa? Semacam guyonan atau apa? Buru-buru Alex membuka dan membaca nota yang
berisi tulisan tangan Sobari.
“Halo Alex, Tahukah kamu Lex, aku dulu mempunyai seorang anak perempuan. Sayang, ia sudah meninggal tertabrak pengemudi yang ngebut menerobos lampu merah. Pengemudi itu dihukum penjara selama 3 tahun. Begitu bebas, ia bisa bertemu dan memeluk anak-anaknya lagi. Sedangkan anak kami satu-satunya sudah tiada. Kami masih terus berusaha dan berharap agar Tuhan berkenan mengaruniai seorang anak agar dapat kami peluk. Ribuan kali kami mencoba memaafkan pengemudi itu. Betapa sulitnya. Begitu juga kali ini. Maafkan aku Lex. Doakan agar permohonan kami terkabulkan. Berhati-hatilah. (Salam, Sobari)”.
Alex terhenyak. Ia segera keluar dari kendaraan mencari Sobari. Namun, Sobari sudah meninggalkan pos jaganya entah ke mana. Sepanjang jalan pulang ia mengemudi perlahan dengan hati tak menentu sambil berharap kesalahannya dimaafkan… ….
Tak selamanya pengertian kita harus sama dengan pengertian orang lain. Bisa jadi suka kita tak lebih dari duka rekan kita. Hidup ini sangat berharga, jalanilah dengan penuh hati-hati
“Halo Alex, Tahukah kamu Lex, aku dulu mempunyai seorang anak perempuan. Sayang, ia sudah meninggal tertabrak pengemudi yang ngebut menerobos lampu merah. Pengemudi itu dihukum penjara selama 3 tahun. Begitu bebas, ia bisa bertemu dan memeluk anak-anaknya lagi. Sedangkan anak kami satu-satunya sudah tiada. Kami masih terus berusaha dan berharap agar Tuhan berkenan mengaruniai seorang anak agar dapat kami peluk. Ribuan kali kami mencoba memaafkan pengemudi itu. Betapa sulitnya. Begitu juga kali ini. Maafkan aku Lex. Doakan agar permohonan kami terkabulkan. Berhati-hatilah. (Salam, Sobari)”.
Alex terhenyak. Ia segera keluar dari kendaraan mencari Sobari. Namun, Sobari sudah meninggalkan pos jaganya entah ke mana. Sepanjang jalan pulang ia mengemudi perlahan dengan hati tak menentu sambil berharap kesalahannya dimaafkan… ….
Tak selamanya pengertian kita harus sama dengan pengertian orang lain. Bisa jadi suka kita tak lebih dari duka rekan kita. Hidup ini sangat berharga, jalanilah dengan penuh hati-hati
---
Semoga Dapat Memberi Peringatan Kepada Para Pengemudi Kendaraan.
---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar