Assalamualaikum..Bismillahi
Rahmani Rahiim
Ada
Saudagar kaya yang sudah tua usianya. Hartanya sangat banyak. Sementara ia
sudah tidak memiliki istri lagi. Ia kini hidup dengan seorang putranya.Anak
lelaki satu-satunya ini memiliki sifat yang berbeda dengan sang ayah. Ayahnya
adalah orang yang sangat gigih dalam bekerja. Sedangkan anaknya, hanya
bersenang-senang saja. Memang, saking banyaknya harta itu, tidak akan habis
dimakan sampai tujuh turunan.
Saudagar
kaya ini memiliki perpustakaan besar. Bahkan, terbesar di jamannya. Sewaktu
muda, ia giat bekerja sehingga menjadi kaya raya seperti sekarang ini. Kini, ia
ingin menikmati masa tuanya dengan tenang. Menikmati jerih payahnya sewaktu
muda. Ada satu sifat yang tidak disukai si anak dari diri ayahnya. Yaitu,
ayahnya dinilai seorang yang pelit. Sang ayah sangat selektif dengan permintaan
anaknya. sang anak merasa jengkel dengan sifat ayahnya ini.Karena tidak setiap
yang ia inginkan, bisa dipenuhi oleh ayahnya. padahal, apa yang ia inginkan,
pasti bisa terjangkau dengan banyaknya harta yang dimiliki ayahnya.
Suatu
hari, sang anak datang menghadap ayahnya. Ia berniat meminta sesuatu terhadap
ayahnya. Sudah jauh-jauh ia menyusun rencana ini. Berharap ayahnya mau
mengabulkan keinginannya. “Anakku, kau nampak murung. Apa yang kau pikirkan?”
tanya sang ayah.
“Ayah,
aku sangat beruntung memiliki seorang ayah sepertimu. Nasibku tidak seperti
orang kebanyakan yang serba kekurangan. pokoknya aku bangga menjadi anakmu.”
ujar sang anak.
“Syukurlah!”
“Begini
ayah, kemarin ketika aku jalan-jalan dengan mengendarai sepeda motor, aku terus
diperhatikan oleh orang-orang yang kujumpai. Aku tidak tahu apa yang mereka
pikirkan tentang aku. Mungkin mereka merasa aneh, anak saudagar kaya hanya
mengendarai sepeda motor!” si anak mulai menyentil.
“Maksudmu?”
“Beberapa
hari yang lalu, aku melihat iring-iringan mobil ke arah kota. Aku berpikir,
alangkah nyamannya naik mobil. Tidak kepanasan, seperti naik sepeda motor. Maka
akupun berkeinginan untuk memiliki sebuah mobil. Apakah Ayah mau memenuhi
keinginanku?”
Sang
ayah menarik nafas panjang “Anakkku, Ayah kira dengan sepeda motor sudah cukup
untukmu. Kau hanya berkeliling di sekitar sini saja kan?”
“Tetapi, aku sungguh ingin merasakan
bagaimana rasanya naik mobil, Ayah!”
“Ayah akan pikirkan dulu. Besok akan
Ayah berikan jawabannya.”
Keesokan
harinya, sang anak tengah duduk di ruang keluarga. Menunggu jawaban ayahnya.
Dalam hati ia berdoa, agar ayahnya mau mengabulkan permintaaanya tersebut.
Tidak lama kemudian, sang ayah muncul
dengan membawa sesuatu.
“Ayah, Bagaimana? Apakah Ayah setuju
dengan keinginanku?”
“Anakku,
Ayah ini sudah tua. Sebentar lagi mungkin Ayah akan mati. Dan tentu saja
seluruh harta Ayah akan diwariskan kepadamu, karena hanya engkaulah ahli waris
ayah satu-satunya.”
“Ayah setuju tidak dengan
keinginanku?” sang anak sudah tidak sabar lagi. “Anakku, tidak semua yang kita
inginkan bisa kita raih, meskipun kita hidup berkecukupan. Tapi, kau sangat
beruntung, karena engkau terlahir dari keluarga yang kaya raya. Yang
kaubutuhkan, sudah Ayah siapkan. Ini!” sang ayah menyerahkan sesuatu kepada
anaknya.
“Apa ini? Buku?”
“Ya”
“Jadi, Ayah tidak mengabulkan
permintaanku?”
“Tunggu dulu, maksud Ayah….”
“Ayah
memang pelit! Lebih baik aku pergi dari rumah ini!” sang anak beranjak
meninggalkan tempat duduknya dan berlari meninggalkan rumah.
Sang
ayah tidak dapat mencegah anaknya, bahkan tidak sempat memberikan pengertian
dan persoalan yang sebenarnya. Kini ia tinggal sendiri. Sang anak pergi dengan
meninggalkan kekecewaan. Sang ayah lebih kecewa, karena sang pewaris
satu-satunya telah pergi. Beberapa tahun kemudian, anak saudagar kaya ini ingin
kembali ke rumah. Ia menyesal telah meninggalkan ayahnya yang sudah tua. Ia
juga merasa sengsara, hidup dengan usaha sendiri. Makan seadanya, pakaian yang
tidak sebagus dulu, dan beragam kesusahan lainnya.
Penyesalannya
semakin bertambah, taktala ia mendengar ayahnya telah meninggal. Ia merasa
berdosa dan menganggap dirinya sebagai manusiai yang tak berguna. Untuk menebus
dosa-dosanya, ia berjanji dalam hatinya akan meneruskan apa yang telah
diusahakan ayahnya selama ini. Menjaga dan mengelola harta yang ada. Juga akan
mengubah tabiat buruknya. Tibalah anak itu di depan rumahnya. Sungguh ironis,
rumah yang dahulu megah, kini nampak kumuh tak terawat. Karena setelah sang
ayah meninggal, para pembantu di rumah itupun pergi.
Sebelum
ia masuk ke rumah, ia menyempatkan diri untuk mengunjungi makam ayahnya yang
berada tak jauh dari samping rumahnya. Ia tahu itu makam ayahnya, karena disana
tertancap sebuah batu nisan atas nama ayahnya. Di depan makam ayahnya, ia
menangis dan menyesali semua perbuatannya. Setelah puas meyiram makam ayahnya
dengan air mata. Anak ini kemudian masuk ke dalam rumah. terbayang lagi
kenangan dahulu, ketika ia bercanda ria dengan ayah dan ibunya hingga kenangan
pertengkarannya dengan sang ayah terakhir kali, sebelum ia meninggalkan rumah.
Matanya
kemudian menangkap sebuah buku. Buku yang hendak diberikan ayahnya, sebagai
pengganti mobil yang ia minta. Dengan tangan gemetar, diambilnya buku itu. Buku
itu telah tertutup penuh dengan debu. Perlahan-lahan, dibukanya lembaran demi
lembaran dari buku itu. Ternyata, buku itu adalah kumpulan nasehat yang ditulis
oleh ayahnya sendiri untuk anaknya. Ketika ia membuka-buka halaman dari buku
itu, tiba-tiba sesuatu terjatuh. Sebuah kunci mobil, lengkap dengan
surat-suratnya. Di sana juga terselip tulisan: “Ayah menyayangimu!”
Kembali sang anak ini menangis
Karena suatu penyesalan terhadap
dirinya.
“Ayah, maafkan Aku.. Ternyata Selama Ini Aku Salah Menilai..”
lirihnya dalam hati.
Wassalamu'alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar