Minggu, 29 April 2012
Shay adalah Penyandang Cacat Sejak Lahir.
Bismillahirrahmanirrahiim
Assalamualaikaum Warahmatullahi Wabarakatuuh
Pada sebuah jamuan makan malam
pengadaan dana untuk sekolah anak-anak cacat, ayah dari salah satu anak yang
bersekolah disana menghantarkan satu pidato yang tidak mungkin dilupakan oleh
mereka yang menghadiri acara itu. Setelah mengucapkan salam pembukaan, ayah
tersebut mengangkat satu topik:
Ketika tidak mengalami gangguan dari
sebab-sebab eksternal, segala proses yang terjadi dalam alam ini berjalan
secara sempurna/ alami. Namun tidak demikian halnya dengan anakku, Shay. Dia
tidak dapat mempelajari hal-hal sebagaimana layaknya anak-anak yang lain. Nah,
bagaimanakah proses alami ini berlangsung dalam diri anakku?
Para peserta terdiam menghadapi
pertanyaan itu. Ayah tersebut melanjutkan: “Saya percaya bahwa, untuk seorang
anak seperti Shay, yang mana dia mengalami gangguan mental dan fisik sedari
lahir, satu-satunya kesempatan untuk dia mengenali alam ini berasal dari bagaimana
orang-orang sekitarnya memperlakukan dia”
Kemudian ayah tersebut menceritakan
kisah berikut:
Shay dan aku sedang berjalan-jalan
di sebuah taman ketika beberapa orang anak sedang bermain baseball. Shay
bertanya padaku,”Apakah kau pikir mereka akan membiarkanku ikut bermain?” Aku
tahu bahwa kebanyakan anak-anak itu tidak akan membiarkan orang-orang seperti
Shay ikut dalam tim mereka, namun aku juga tahu bahwa bila saja Shay mendapat
kesempatan untuk bermain dalam tim itu, hal itu akan memberinya semacam
perasaan dibutuhkan dan kepercayaan untuk diterima oleh orang-orang lain,
diluar kondisi fisiknya yang cacat.
Aku mendekati salah satu anak
laki-laki itu dan bertanya apakah Shay dapat ikut dalam tim mereka, dengan
tidak berharap banyak. Anak itu melihat sekelilingnya dan berkata, “kami telah
kalah 6 putaran dan sekarang sudah babak kedelapan. Aku rasa dia dapat ikut
dalam tim kami dan kami akan mencoba untuk memasukkan dia bertanding pada babak
kesembilan nanti Shay berjuang untuk mendekat ke dalam tim itu dan mengenakan
seragam tim dengan senyum lebar, dan aku menahan air mata di mataku dan
kehangatan dalam hatiku. Anak-anak tim tersebut melihat kebahagiaan seorang
ayah yang gembira karena anaknya diterima bermain dalam satu tim.
Pada akhir putaran kedelapan, tim
Shay mencetak beberapa skor, namun masih ketinggalan angka. Pada putaran
kesembilan, Shay mengenakan sarungnya dan bermain di sayap kanan. Walaupun
tidak ada bola yang mengarah padanya, dia sangat antusias hanya karena turut
serta dalam permainan tersebut dan berada dalam lapangan itu. Seringai lebar
terpampang di wajahnya ketika aku melambai padanya dari kerumunan. Pada akhir
putaran kesembilan, tim Shay mencetak beberapa skor lagi. Dan dengan dua angka
out, kemungkinan untuk mencetak kemenangan ada di depan mata dan Shay yang
terjadwal untuk menjadi pemukul berikutnya.
Pada kondisi yg seperti ini, apakah
mungkin mereka akan mengabaikan kesempatan untuk menang dengan membiarkan Shay
menjadi kunci kemenangan mereka? Yang mengejutkan adalah mereka memberikan
kesempatan itu pada Shay. Semua yang hadir tahu bahwa satu pukulan adalah
mustahil karena Shay bahkan tidak tahu bagaimana caranya memegang pemukul
dengan benar, apalagi berhubungan dengan bola itu.
Yang terjadi adalah, ketika Shay
melangkah maju kedalam arena, sang pitcher, sadar bagaimana tim Shay telah
mengesampingkan kemungkinan menang mereka untuk satu momen penting dalam hidup
Shay, mengambil beberapa langkah maju ke depan dan melempar bola itu perlahan
sehingga Shay paling tidak bisa mengadakan kontak dengan bola itu. Lemparan
pertama meleset, Shay mengayun tongkatnya dengan ceroboh dan luput. Pitcher
tersebut kembali mengambil beberapa langkah kedepan, dan melempar bola itu
perlahan kearah Shay. Ketika bola itu datang, Shay mengayun kearah bola itu dan
mengenai bola itu dengan satu pukulan perlahan kembali kearah pitcher.
Permainan seharusnya berakhir saat
itu juga, pitcher tsb bisa saja dengan mudah melempar bola ke basement pertama,
Shay akan keluar, dan permainan akan berakhir. Sebaliknya, pitcher tersebut
melempar bola melewati basement pertama, jauh dari jangkauan semua anggota tim.
Penonton bersorak dan kedua tim mulai berteriak, “Shay, lari ke base satu! Lari
ke base satu!”. Tidak pernah dalam hidup Shay sebelumnya ia berlari sejauh itu,
tapi dia berhasil melaju ke base pertama. Shay tertegun dan membelalakkan
matanya.
Semua orang berteriak, “Lari ke base
dua, lari ke base dua!” Sambil menahan napasnya, Shay berlari dengan canggung
ke base dua. Ia terlihat bersinar-sinar dan bersemangat dalam perjuangannya
menuju base dua. Pada saat Shay menuju base dua, seorang pemain sayap kanan
memegang bola itu di tangannya. Pemain itu merupakan anak terkecil dalam
timnya, dan dia saat itu mempunyai kesempatan menjadi pahlawan kemenangan tim untuk
pertama kali dalam hidupnya. Dia dapat dengan mudah melempar bola itu ke
penjaga base dua. Namun pemain ini memahami maksud baik dari sang pitcher,
sehingga diapun dengan tujuan yang sama melempar bola itu tinggi ke atas jauh
melewati jangkauan penjaga base ketiga. Shay berlari menuju base ketiga.
Semua yang hadir berteriak, “Shay,
Shay, Shay, teruskan perjuanganmu Shay” Shay mencapai base ketiga saat seorang
pemain lawan berlari ke arahnya dan memberitahu Shay arah selanjutnya yang
mesti ditempuh. Pada saat Shay menyelesaikan base ketiga, para pemain dari
kedua tim dan para penonton yang berdiri mulai berteriak, “Shay, larilah ke
home, lari ke home!”. Shay berlari ke home, menginjak balok yg ada, dan
dielu-elukan bak seorang hero yang memenangkan grand slam. Dia telah
memenangkan game untuk timnya.
Hari itu, kenang ayah tersebut
dengan air mata yang berlinangan di wajahnya, para pemain dari kedua tim telah
menghadirkan sebuah cinta yang tulus dan nilai kemanusiaan kedalam dunia. Shay
tidak dapat bertahan hingga musim panas berikut dan meninggal musim dingin itu.
Sepanjang sisa hidupnya dia tidak pernah melupakan momen dimana dia telah
menjadi seorang hero, bagaimana dia telah membuat ayahnya bahagia, dan
bagaimana dia telah membuat ibunya menitikkan air mata bahagia akan sang
pahlawan kecilnya.
Sebuah pepatah bijak yang
mungkin seringkali kita dengar: sekelompok masyarakat akan dinilai dari cara
mereka memperlakukan seorang yang paling tidak beruntung diantara mereka.
Wassalamualaikum Warahmatullahi
Wabarakatuuh
Pengorbanan Ibu Melindungi Puteranya
Top of Form
Bismillahirrahmaniirrahiim
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuuh
Ketika gempa bumi melanda Jepang.
Sewaktu regu penyelamat tiba di sebuah rumah yang telah musnah milik seorang wanita muda, diantara reruntuhan mereka melihat tubuh seorang wanita dalam posisi seperti berlutut (seperti orang yang sedang bersembahyang/berdoa), dengan badannya menunduk ke depan dan kedua tangannya melindungi sesuatu. Runtuhan rumah tersebut telah mengenai pada bahagian belakang dan kepalanya.
Regu penyelamat dengan susah payah Berusaha untuk mencapai wanita tersebut melalui celah reruntuhan tersebut dengan harapan wanita tersebut masih hidup.
Sewaktu regu penyelamat tiba di sebuah rumah yang telah musnah milik seorang wanita muda, diantara reruntuhan mereka melihat tubuh seorang wanita dalam posisi seperti berlutut (seperti orang yang sedang bersembahyang/berdoa), dengan badannya menunduk ke depan dan kedua tangannya melindungi sesuatu. Runtuhan rumah tersebut telah mengenai pada bahagian belakang dan kepalanya.
Regu penyelamat dengan susah payah Berusaha untuk mencapai wanita tersebut melalui celah reruntuhan tersebut dengan harapan wanita tersebut masih hidup.
Namun, keadaan badan wanita tersebut yang Dngin dan kaku
menunjukkan dia sudah Tidak bernyawa lagi. Regu penyelamat lantas terus
meninggalkan rumah wanita tersebut.
Tiba-tiba, ketua Regu penyelamat merasa seperti ada sesuatu yang tidak wajar, lalu memutuskan untuk kembali lag ke rumah tersebut.
Tiba-tiba, ketua Regu penyelamat merasa seperti ada sesuatu yang tidak wajar, lalu memutuskan untuk kembali lag ke rumah tersebut.
Dia berlutut sekali
lagi dan coba mencapai semampunya diantara reruntuhan untuk mencapai sedikit
ruang kosong di bawah mayat wanita tersebut. Tiba-tiba, dia menjerit, “ada
bayi, ada bayi disini!!”
Lantas seluruh pasukan penyelamat bekerjasama menyingkirkan
sisa runtuhan disekeliling mayat wanita tersebut. Apa yang mereka lihat ada
seorang bayi lelaki yang berusia 3 bulan yang berbalut deangan selimut di dalam
pelukan wanita tersebut. Ternyata wanita tersebut telah berkorban ketika
melindungi bayinya.
Ketika gempa bumi terjadi, dia telah menggunakan tubuhnya
sebagai perisai pelindung bagi bayinya. Bayi tersebut masih nyenyak tidur
ketika ketua regu penyelamat mengangkatnya keluar dari celah reruntuhan.
Dokter dengan segera memeriksa keadaan bayi lelaki tersebut dan ketika docter membuka balutan selimut bayi itu, dia menemukan sebuah telepon seluler dan terpampang di layar telepon tersebut sepotong pesan bertuliskan;
“SEANDAINYA KAMU SELAMAT, INGATLAH BAHWA IBU MENYAYANGIMU”
Pesan SMSA itu dibaca oleh semua orang yang berada di situ,
dan mereka semua terahru dan tersentuh…
Dokter dengan segera memeriksa keadaan bayi lelaki tersebut dan ketika docter membuka balutan selimut bayi itu, dia menemukan sebuah telepon seluler dan terpampang di layar telepon tersebut sepotong pesan bertuliskan;
“SEANDAINYA KAMU SELAMAT, INGATLAH BAHWA IBU MENYAYANGIMU”
Pesan SMSA itu dibaca oleh semua orang yang berada di situ,
dan mereka semua terahru dan tersentuh…
"Seseorang akan merasa kehilangan ketika orang itu sudah tiada"
sebelum penyesalan buat orang tua bahagia.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuuh
---ooo000ooo---
Rabu, 25 April 2012
Kesederhanaan Itulah Prinsip Hidupnya
Bismillahirrahmanirrahiim
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuuh
Seorang
lelaki yang sedang sibuk menggembalakan domba-dombanya di padang rumput
dihampiri seorang cendekiawan. Terjadilah perbincangan antara keduanya. Dari
perbincangan itu, cendekiawan itu mengetahui bahwa penggembala itu buta huruf.
“Mengapa
engkau tidak belajar?” Tanya cendekiawan.
“Aku
telah mendapatkan sari semua ilmu. Karena itu, aku tidak perlu belajar lagi,”
jawab penggembala mantap.
“Coba
jelaskan pelajaran apa yang telah kamu peroleh!” pinta sang cendekiawan.
Sambil
menatap lelaki berpenampilan rapi itu, penggembala menjelaskan : “Sari semua
ilmu pengetahuan ada lima.
Pertama,
selagi masih ada peluang untuk
bersikap jujur, aku tidak akan pernah berbohong.
Kedua,
selama masih ada makanan halal, aku
tidak akan pernah memakan makanan haram.
Ketiga,
jika masih ada cela (kekurangan)
dalam diriku, aku tidak akan pernah mencari-cari (mempersalahkan) keburukan
orang lain.
Keempat,
selagi rizki Allah masih ada di
bumi, aku tidak akan memintanya kepada orang lain.
Kelima,
sebelum menginjakkan kaki di surga,
aku tidak akan pernah melupakan tipu daya setan.”
Cendekiawan
itu sangat kagum atas jawaban penggembala seraya berkata, “Kawan, semua ilmu
telah terkumpul dalam dirimu. Siapapun yang mengetahui kelima hal yang kau
sebutkan tadi dan dapat melaksanakanya, pasti dapat mencapai tujuan ilmu-ilmu
Islam serta tidak memerlukan buku-buku ilmu dan filsafat.”
Kesombongan Itu Hanya Milik Allah SWT
Bismillahirrahmanirrahiim
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuuh
'Ali adalah seorang filosof yang beranggapan bahwa ia tahu segala-galanya.
Semua orang sepakat bahwa ia memang memiliki pengetahuan luas tentang berbagai sains dan seni.
Namun, ia suka menyombongkan diri bahwa ia adalah orang yang paling pandai dikota itu.
Sahabat 'Ali, Sam, terganggu oleh kesombongannya ini dan berusaha keras agar 'Ali mau melihat dunia sekelilingnya dengan mata terbuka.
Akan tetapi, argumen-argumen yang dikemukakannya selalu saja mentok.
Sesudah membicarakan masalahnya dengan seorang pelaut yang dikenalnya, Sam memutuskan menganjurkan 'Ali untuk ikut berlayar.
Perjalanan seperti ini akan menunjukkan kepada 'Ali berbagai cara hidup lain dan memperlihatkan kepadanya berbagai kesulitan yang belum pernah dialaminya.
Yang membuatnya heran, 'Ali menerima anjurannya itu dan kemudian berbagai persiapan pun dilakukan.
Sesudah berada dilaut, 'Ali berbicara tentang filsafat dengan para pelaut.
Sang Nahkoda mendengarkan dengan sabar tanpa berkata sepatah kata pun, tetapi akhirnya ia menyela pembicaraan dan mengeluh bahwa ia bosan dengan pembicaraan ini.
"Apakah engkau tahu dengan filsafat?" tanya 'Ali.
"Sama sekali tidak," jawab sang Nahkoda.
"Sungguh sayang," Kata 'Ali sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, sebab separuh hidupmu terbuang percuma karena tidak punya pengetahuan seperti ini."
Sang Nahkoda pun mendiamkan saja komentar seperti ini dan sibuk mengemudikan kapal.
Mereka berlayar selama beberapa hari.
'Ali sangat senang dan terus menerus berbicara.
Ia sedemikian asyik menerangkan gagasannya tentang bagaimana pemerintah semestinya membina negeri mereka dan bagaimana pemimpin menangani berbagai persoalan yang berbeda sehingga ia merasa tidak perlu lagi belajar tentang pelayaran.
Malahan ketika mereka membuang sauh disepanjang sebuah pulau kecil untuk mengubah arah, 'Ali, yang tidak bisa berenang, tidak mau memanfaatkan air yang tenang guna meminta sahabat-sahabat pelautnya untuk mengajarinya berenang.
Ia juga tidak bertanya tentang kehidupan mereka di laut.
Malam berikutnya, ketika mereka berada ditengah-tengah lautan, dalam perjalanan pulang, kapten kapal merasa khawatir.
Ada tanda-tanda jelas bahwa badai bakal datang.
Awak kapal bersiap-siap menghadapi keadaan darurat ini.
Hanya 'Ali saja yang tetap tenang dalam kabinnya.
Ia sibuk memikirkan persoalan-persoalan penting dan utama.
Angin bertiup keras sehingga sang Kapten tidak sanggup mengendalikan kapalnya.
Awak kapal, yang panik dan ketakutan, terlempar kesana kemari.
Ada banyak air di geladak karena hujan lebat dan gelombang besar sehigga kapal pun perlahan-lahan mulai karam.
Sang Nahkoda berseru kepada awak kapal untuk segera bersiap-siap meninggalkan kapal.
Perahu pelampung satu-satunya pun diturunkan ke air dan segera jelas bahwa perahu itu tak cukup untuk memuat semua orang.
Sang Nahkoda dan beberapa awak kapal bersiap-siap terjun kelaut dan berenang.
Kemudian sang Nahkoda ingat pada 'Ali.
Ia meminta salah seorang awak kapal untuk mencarinya.
'Ali berpegangan dipintu kabinnya dan berusaha menjaga keseimbangannya.
Sang awak kapal pun berseru kepadanya,
"Cepatlah, kita harus meninggalkan kapal itu. Tenggelam!"
'Ali, yang kebingungan, dibantu naik keatas geladak.
Sang Nahkoda berteriak, “Engkau bisa berenang?”
"Tidak!" teriak ‘Ali.
Sang Nahkoda menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Sungguh sayang, sebab seluruh hidupmu terbuang sia-sia karena tidak tahu ilmu berenang."
Malam itu, sang Nahkoda dan awaknya pun diselamatkan oleh kapal lain sesudah badai reda.
'Ali sendiri juga selamat berkat bantuan dua awak kapal yang tetap membuatnya terapung di dalam air.
Sejak hari itu, 'Ali tak pernah lagi membangga-banggakan pengetahuannya yang luas tentang filsafat.
Beberapa tahun setelah kejadian itu, 'Ali memberikan hadiah kepada sang Nahkoda, yang kini menjadi sahabat karibnya.
Hadiah itu berupa lukisan kapal di laut yang sedang dihantam badai.
Ada dua bait syair tertulis dibawah lukisan itu:
"Hanya benda-benda kosong yang terapung di permukaan air."
"Kosongkan dirimu dari sifat-sifat kemanusian,
dan engkau akan , Mengapung dilautan penciptaan."
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuuh
---ooo000ooo---
By:Jalaluddin Rumi.
Kesombongan Itu Hanya Milik Allah SWT
Bismillahirrahmanirrahiim
Assalamualaikum Warahmataullahi Wabarakatuuh
'Ali adalah seorang filosof yang beranggapan bahwa ia tahu segala-galanya.
Semua orang sepakat bahwa ia memang memiliki pengetahuan luas tentang berbagai sains dan seni.
Namun, ia suka menyombongkan diri bahwa ia adalah orang yang paling pandai dikota itu.
Sahabat 'Ali, Sam, terganggu oleh kesombongannya ini dan berusaha keras agar 'Ali mau melihat dunia sekelilingnya dengan mata terbuka.
Akan tetapi, argumen-argumen yang dikemukakannya selalu saja mentok.
Sesudah membicarakan masalahnya dengan seorang pelaut yang dikenalnya, Sam memutuskan menganjurkan 'Ali untuk ikut berlayar.
Perjalanan seperti ini akan menunjukkan kepada 'Ali berbagai cara hidup lain dan memperlihatkan kepadanya berbagai kesulitan yang belum pernah dialaminya.
Yang membuatnya heran, 'Ali menerima anjurannya itu dan kemudian berbagai persiapan pun dilakukan.
Sesudah berada dilaut, 'Ali berbicara tentang filsafat dengan para pelaut.
Sang Nahkoda mendengarkan dengan sabar tanpa berkata sepatah kata pun, tetapi akhirnya ia menyela pembicaraan dan mengeluh bahwa ia bosan dengan pembicaraan ini.
"Apakah engkau tahu dengan filsafat?" tanya 'Ali.
"Sama sekali tidak," jawab sang Nahkoda.
"Sungguh sayang," Kata 'Ali sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, sebab separuh hidupmu terbuang percuma karena tidak punya pengetahuan seperti ini."
Sang Nahkoda pun mendiamkan saja komentar seperti ini dan sibuk mengemudikan kapal.
Mereka berlayar selama beberapa hari.
'Ali sangat senang dan terus menerus berbicara.
Ia sedemikian asyik menerangkan gagasannya tentang bagaimana pemerintah semestinya membina negeri mereka dan bagaimana pemimpin menangani berbagai persoalan yang berbeda sehingga ia merasa tidak perlu lagi belajar tentang pelayaran.
Malahan ketika mereka membuang sauh disepanjang sebuah pulau kecil untuk mengubah arah, 'Ali, yang tidak bisa berenang, tidak mau memanfaatkan air yang tenang guna meminta sahabat-sahabat pelautnya untuk mengajarinya berenang.
Ia juga tidak bertanya tentang kehidupan mereka di laut.
Malam berikutnya, ketika mereka berada ditengah-tengah lautan, dalam perjalanan pulang, kapten kapal merasa khawatir.
Ada tanda-tanda jelas bahwa badai bakal datang.
Awak kapal bersiap-siap menghadapi keadaan darurat ini.
Hanya 'Ali saja yang tetap tenang dalam kabinnya.
Ia sibuk memikirkan persoalan-persoalan penting dan utama.
Angin bertiup keras sehingga sang Kapten tidak sanggup mengendalikan kapalnya.
Awak kapal, yang panik dan ketakutan, terlempar kesana kemari.
Ada banyak air di geladak karena hujan lebat dan gelombang besar sehigga kapal pun perlahan-lahan mulai karam.
Sang Nahkoda berseru kepada awak kapal untuk segera bersiap-siap meninggalkan kapal.
Perahu pelampung satu-satunya pun diturunkan ke air dan segera jelas bahwa perahu itu tak cukup untuk memuat semua orang.
Sang Nahkoda dan beberapa awak kapal bersiap-siap terjun kelaut dan berenang.
Kemudian sang Nahkoda ingat pada 'Ali.
Ia meminta salah seorang awak kapal untuk mencarinya.
'Ali berpegangan dipintu kabinnya dan berusaha menjaga keseimbangannya.
Sang awak kapal pun berseru kepadanya,
"Cepatlah, kita harus meninggalkan kapal itu. Tenggelam!"
'Ali, yang kebingungan, dibantu naik keatas geladak.
Sang Nahkoda berteriak, “Engkau bisa berenang?”
"Tidak!" teriak ‘Ali.
Sang Nahkoda menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Sungguh sayang, sebab seluruh hidupmu terbuang sia-sia karena tidak tahu ilmu berenang."
Malam itu, sang Nahkoda dan awaknya pun diselamatkan oleh kapal lain sesudah badai reda.
'Ali sendiri juga selamat berkat bantuan dua awak kapal yang tetap membuatnya terapung di dalam air.
Sejak hari itu, 'Ali tak pernah lagi membangga-banggakan pengetahuannya yang luas tentang filsafat.
Beberapa tahun setelah kejadian itu, 'Ali memberikan hadiah kepada sang Nahkoda, yang kini menjadi sahabat karibnya.
Hadiah itu berupa lukisan kapal di laut yang sedang dihantam badai.
Ada dua bait syair tertulis dibawah lukisan itu:
"Hanya benda-benda kosong yang terapung di permukaan air."
"Kosongkan dirimu dari sifat-sifat kemanusian,
dan engkau akan , Mengapung dilautan penciptaan."
Jalaluddin Rumi.
Langganan:
Postingan (Atom)