Minggu, 12 Februari 2012

Apakah Ini Yang Disebut Ummatku?


Tantangan Bagi Ummat Muslim Untuk Menolong Agama Allah
(Menafkahkan Sebagian Hartanya Di Jalan Allah)

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuuh
Bismillahirrahmaanirrahiim

"Pagi itu mentari telah naik sepenggalah, usai shalat dhuha kulihat ke sekeliling isi masjid. Ada tiga orang lain yang sama-sama melaksanakan shalat dhuha. Mereka adalah orang-orang yang istiqamah melaksanakan shalat dhuha setiap paginya.

Pertama, seorang penjual kerupuk. Orang yang tak asing lagi bagiku. Setiap pagi beliau lah yang pertama hadir di masjid untuk shalat dhuha.
Kedua, seorang penjual koran. Beliau juga orang yang sudah biasa mampir setelah berkeliling menjajakan koran-korannya.

Ketiga, seorang pengumpul barang bekas. Pak Fulan ini hampir tiap hari mampir kecuali hari ahad saja. Karena pada hari ahad, beliau tidak bekerja seperti biasanya. Katanya beliau pergi ke pengajian ahad pagi di salah satu masjid di tengah kota Bandung.

Usai shalat, aku terlarut dalam munajat pada-Nya. Memohon kelapangan dan keberkahan atas semua rizqi yang Allah beri. Tiba-tiba Pak Fulan (seorang pengumpul barang bekas) datang menghampiri.

Setelah mengucap salam Pak Fulan menyapa,
"Pak Ustadz, maaf bapak gangu sebentar."

"MasyaAllah, gak usah pake ustadz Pak Fulan, ana kan cuma khodimat di masjid ini." jawabku.

"Iya lah enggak apa-apa, bapak cuma mau minta pendapat Pak Ustadz. Mudah-mudahan ada pencerahan buat bapak sekeluarga. Boleh kan Pak Ustadz?"

"Sekeluarga? Memang Pak Fulan ini mau tanya soal apa? Selama ana mampu insyaAllah ana bantu."

Pak Fulan terdiam sejenak, menghela nafas panjang dan berkata,
"Gini Pak Ustadz, apakah dosa jika seseorang menjual organ tubuhnya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya?"

Merasa heran, aku mengerutkan dahiku. Pertanyaan aneh yang pernah kudengar.
"Maksud Pak Fulan? Kenapa bapak bertanya begitu?"

Pak Fulan kembali menghela nafas panjangnya,
"A ustadz tau kan kondisi keluarga bapak. Istri bapak sedang sakit, butuh biaya pengobatan yang tak sedikit. Jangankan untuk biaya pengobatan, bisa makan sehari dua kali aja sudah alhamdulillah. Kadang-kadang kami harus berpuasa sampai tiga hari untuk menghemat. Kebetulan paman dari istri juga sedang sakit dan membutuhkan ginjal kanan. Hasil pemeriksaan sementara ini baru ginjal bapak yang cocok. Bapak ditawari 20 juta. Jumlah yang cukup banyak buat kami, bukan?"

"Lantas Pak Fulan berniat menjual ginjal bapak? Begitu?" tanyaku semakin heran.

"Iya Pak Ustadz.. Saat ini, mungkin itu satu-satunya jalan bagi kami..." jawabnya dengan senyum lemah.

Aku hanya terdiam. Rasa dingin menyelimuti ragaku. Rasa sesak memenuhi rongga dadaku. Mataku pun turut berkaca-kaca, seakan merasakan kesusahan yang dialami Pak Fulan.

"Gimana Pak Ustadz, dosa apa enggak?" tanya Pak Fulan menyadarkan senyapku.

Ku hela nafas panjang, tuk hilangkan sesak dalam dada.
"Dosa atau tidak, hanya Allah yang tahu. Tapi apa tidak ada cara lain selain itu Pak?"

"Rasanya sudah tidak ada jalan lain. Bapak tidak punya apa-apa untuk dijual atau pun digadaikan. Mau kerja, bapak sudah terlalu tua. Mau buka usaha, modal tidak ada. Jangankan meminta, meminjam saja tak ada yang mau memberi pinjaman. 'Mau bayar pake apa?' kata mereka." keluhnya lagi semakin dalam, seiring lintasan air mata di pipinya.

Semakin kudengar keluhannya, semakin sesak seluruh rongga dalam dadaku. Air mata pun tak mampu kubendung lagi. Dengan lirih hatiku merintih,
"Wahai para aghnia, kalian dimana?! Di depanku ada seorang lelaki sholeh butuh bantuan kalian. Mana hak mereka dari harta-harta kalian?!"

Dalam tangis tertegun itu, antara sadar dan tidak, pandanganku seakan disilaukan oleh sebuah cahaya yang menerangi seisi masjid. Menyilaukan pandanganku pada sekelilingku. Hingga samar-samar kudengar suara lemah lembut,

"Beginikah keadaan ummatku di akhir zaman?
Seperti inikah ummat yang aku cintai di akhir zaman?
Yang membiarkan saudaranya dalam kesusahan.
Terlena dalam hartanya, dalam usaha dunianya, bahkan dalam ibadahnya.
Sementara mereka lupa ada saudaranya yang kesusahan.
Apakah seperti ini yang disebut ummatku?
Demi Allah, kalian tak layak jadi umatku, hingga kalian saling menyayangi sesama kalian."

"Allahumma shalli 'alaa sayyidinaa Muhammad, itukah suara engkau Ya Rasulullah?" gumanku dalam qalbu dengan isak tangis yang tak terhankan lagi.

Entah itu benar, atau hanya khayalku saja. Kejadian ini benar-benar menyadarkan aku agar tidak terlarut dalam segala sesuatu hingga lalai memperhatikan saudara-saudaraku."

"Allahummaghfir lil mu'miniina wal mu'minaat, wal muslimiina wal muslimaat, al ahyaa`i minhum wal amwat, innaKa samii'un qariibun mujiibu da'wat, bi rahmatiKa Yaa Arhamar Raahiimiin."

Amiin Allahuma Amiiin.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuuh...(AN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar